Jumat, 01 April 2011

Angin

Mencinta kadang tak pernah seindah menjadi pencinta, mungkin kau pahami kawan, mungkin juga tidak.
biarkan kata indah sang pujangga mengalir dalam denyutan nadimu
biarkan waktu menderu angin yang mendahuluimu
Mungkin jika menafikan hati menjadi suatu hal yang membuatmu lupa, maka biarkan laju ingatanmu berbaur dengan kata-kataku
Sejenak berpacu dengan derap hati ini. rasakan tiap makna yang manghampirimu.
Kawan, kau tahu angin tak kan pernah bercerita padamu tentang keinginannya yang begitu mulia, mengantarkan rindu pada kelana-kelana yang tersesat begitu jauh dalam hati itu.
Tapi ia tak pernah berhenti kawan, bahkan saat kau jatuh dan kau tak tahu apa yang disampaikannya untuk hatimmu, ia tetap meniupkan angin kesejukan pada jiwa-jiwa renta itu.
Kau tahu, satu hal pasti yang kan mengantarkanmu pada kehidupan yang tak pernah nyata itu,
adalah ketika kamu tak benar-benar tahu apa maknamu sebenarnya bagi dirimu.
Kadang begitu jauh melangkah mencari bayangan yang tak pernah ada. itu salahmu. bahkan bayanganmu sendiri ada di hadapanmu tanpa kau tahu.
Dan bukalah mata itu kawan,
biarkan ia sejenak melihat indahnya kesemuan yang kau cipta.

nyoba doank

Pulmoku sesak
karena olfaktori yang hanya mendapati aroma kebusukan kata-kata
Corku seolah ingin menghentikan volunter kerjanya
karena terlalu lelah memompa darah-darah kotor
Hampa heparku menatap kosong
pada aliran impuls-impuls yang menggerogoti nervousku
Ingin rasanya incicipus hingga molarku ikut bergemeretak
atas kemarahan  yang tak semestinya
menyeruak dari aortaku
Untuk apa membelit luka
hingga pembuluh limfaku mungkin berontak?
Untuk apa menyimpan rasa
hingga heparku tlah penuh racun?
Aku lelah,
Segenap skeletku mungkin akan ambruk
satu-persatu
tanpa muscular
yang hingga kini setia mengikatnya
Aku lelah,
tapi disisi heparku hingga saat ini
tak pernah mampu ku mengerti,
ada ukiran rasa yang terus mengirisku habis,
dan kamu
mungkin jawaban dari semuanya . . .
Evil . . .